Kasus Korupsi Terbaru yang Rugikan Negara Triliunan

LiveNews – masalah dugaan korupsi di Indonesia masih sering berlangsung Tak tanggung-tanggung, persoalan dugaan korupsi berikut bahkan merugikan negara sampai triliunan rupiah.
Salah satunya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan terdapatnya tambahan hitungan kerugian negara di persoalan dugaan korupsi di dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang antara PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018-2023, yaitu terasa Rp285 triliun.
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menjelaskan angka berikut merupakan hasil total hitungan dari kerugian keuangan negara dan perekonomian negara.
“Bahwa kerugian perekonomian negara dan keuangan negara berdasarkan hasil hitung yang udah tentu itu Rp285.017.731.964.389. Ini dari dua komponen, kerugian keuangan negara, ke-2 adalah kerugian perekonomian negara,” tutur Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis malam 10 Juli 2025.
Selain itu, hadir pula masalah dugaan tindak pidana korupsi pengadaan digitalisasi pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) tahun 2019-2023 yang mengundang kerugian negara capai Rp1,98 triliun.
“Akibat tingkah laku berikut negara mengalami kerugian kira-kira Rp1.980.000.000.000,” tutur Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa 15 Juli 2025.
Menurut dia, kerugian negara berikut berasal dari pelaksanaan pengadaan Teknologi informasi dan Komunikasi atau TIK di Kemendikbud Ristek th. 2020 sampai bersama dengan 2022, yang bersumber dari dana APBN Kemendikbud Ristek dan Dana Alokasi spesial (DAK) dengan keseluruhan Rp9.307.645.245.000 untuk 1,2 juta unit laptop Chromebook.
Yang teranyar ada masalah dugaan korupsi kuota tambahan haji 2024 yang nilai kerugiannya dihitung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencapai lebih berasal dari Rp 1 triliun.
“Dalam perkara ini, hitungan awal, dugaan kerugian negaranya lebih berasal dari Rp1 triliun,” kata Juru bicara KPK Budi Prasetyo kepada awak tempat di Jakarta, seperti dikutip Selasa 12 Agustus 2025.
Berikut sederet kasus dugaan korupsi paling baru yang rugikan negara tak sebatas miliaran, sedang termasuk triliunan rupiah dihimpun Tim News Liputan6.com:
1. Kerugian Negara Akibat Korupsi Minyak Mentah Rp285 Triliun
Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan terdapatnya tambahan hitungan kerugian negara di masalah dugaan korupsi didalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang antara PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) th. 2018-2023, yaitu merasa Rp285 triliun.
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menyebut angka selanjutnya merupakan hasil keseluruhan hitungan dari kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara.
“Bahwa kerugian perekonomian negara dan keuangan negara berdasarkan hasil hitung yang sudah pasti itu Rp285.017.731.964.389. Ini dari dua komponen, kerugian keuangan negara, kedua adalah kerugian perekonomian negara,” tutur Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis malam 10 Juli 2025.
Pada pengungkapan awal, Kejagung sempat mengupas kerugian negara di dalam kasus korupsi minyak mentah Pertamina berikut ditaksir menggapai Rp193,7 triliun.
Qohar merinci komponen kerugian negara itu, yakni berasal berasal dari kerugian ekspor di dalam negeri, kerugian impor melewati broker, kerugian impor lewat broker, serta kerugian sebab subsidi.
“Seiring perjalanan selagi karena perkara konsisten berkembang, kita undang berharap ahli untuk mengkalkulasi kerugian perekonomian negara. lantas benar, tak sekedar kerugian negara, penyidik terhitung mengkalkulasi kerugian perekonomian negara,” kata Qohar.
2. Kerugian Negara di masalah Korupsi Chromebook capai Rp1,98 Triliun
Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah menetapkan empat tersangka terkait masalah dugaan tindak pidana korupsi pengadaan digitalisasi pendidikan Kemendikbud Ristek th. 2019-2023. Perkara tersebut menyebabkan kerugian negara raih Rp1,98 triliun.
“Akibat kelakuan berikut negara mengalami kerugian kurang lebih Rp1.980.000.000.000,” tutur Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa 15 Juli 2025.
Menurut dia, kerugian negara berikut berasal berasal dari pelaksanaan pengadaan Teknologi informasi dan Komunikasi atau TIK di Kemendikbud Ristek tahun 2020 sampai bersama 2022, yang bersumber berasal dari dana APBN Kemendikbud Ristek dan Dana Alokasi privat (DAK) bersama total Rp9.307.645.245.000 untuk 1,2 juta unit laptop Chromebook.
“Yang seluruhnya diperintahkan oleh NAM (Nadiem Makarim) menggunakan pengadaan laptop bersama software Chrome OS, sedangkan Chrome OS selanjutnya di dalam penggunanya untuk guru dan siswa tidak bakal digunakan secara optimal karena Chrome OS susah digunakan terutama bagi guru dan siswa pelajar,” katanya.
Adapun para tersangka adalah Sri Wahyuningsih (SW) selaku Direktur SD Kemendikbud Ristek, Mulatsyah (MUL) selaku Direktur SMP Kemendikbud Ristek, Juris Tan (JT) selaku staf pribadi Mendikbud Ristek Nadiem Makarim, dan Ibrahim Arif (IBAM) selaku Konsultan Teknologi Kemendikbud Ristek.
“Saudara MUL ditunaikan penahanan rutan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung untuk 20 hari ke depan. sesudah itu terhadap tersangka SW dilaksanakan penahanan di tempat tinggal Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung,” ucap dia.
Sementara untuk tersangka Juris Tan, lanjut Qohar, belum dijalankan penahanan lantaran diketahui masih berada di luar negeri.
“Untuk Ibrahim Arif, yang berkaitan ditunaikan penahanan kota gara-gara berdasarkan hasil kontrol dokter yang berkenaan mengalami problem jantung yang terlampau kronis sehingga berdasarkan pendapat penyidik yang berkenaan masih merintis penahanan untuk tahanan kota,” Qohar menandaskan.
Perbuatan para tersangka melanggar ketentuan Pasal 1 Angka 14 juncto Pasal 42 Ayat 1 juncto Pasal 43 Ayat 1 Undang-Undang nomor 30 tahun 2016 mengenai Administrasi Pemerintahan, Pasal 131 Undang-Undang no 1 tahun 2022 tentang pertalian Keuangan pada Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah dan bertentangan dengan ketetapan Pasal 2 Ayat 1 Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang nomer 31 tahun 1999 sebagaimana diubah bersama dengan Undang-Undang no 20 th. 2021 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.
3. Hitungan Awal Kerugian Negara di masalah Kuota Haji Lebih berasal dari Rp1 Triliun
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menambah status persoalan dugaan korupsi kuota tambahan haji 2024 ke langkah penyidikan.
Menurut Juru berbicara KPK Budi Prasetyo, hasil hitungan penyidik bahwa nilai kerugian dalam masalah berikut meraih lebih dari Rp 1 triliun.
“Dalam perkara ini, hitungan awal, dugaan kerugian negaranya lebih dari Rp1 triliun,” kata Budi kepada awak fasilitas di Jakarta, layaknya dikutip Selasa 12 Agustus 2025.
Budi menuturkan angka kerugian selanjutnya baru sekedar estimasi awal hasil penghitungan internal penyidik KPK. Dia memambahkan, pihaknya telah melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) didalam proses hitung sedang secara lebih rinci dapat disampaikan antara kesempatan berikutnya.
“Hitungan internal KPK (lebih dari Rp1 triliun) sedangkan sudah didiskusikan terhitung bersama dengan teman-teman di BPK, tapi tetap hitungan awal. tentu nanti BPK bakal menghitung secara lebih terperinci jadi angka yang didapatkan dari hitungan awal adalah lebih dari Rp1 triliun,” sadar Budi.
Sementara itu, soal laporan berasal dari Detektif Partikelir Boyamin Saiman berkenaan temuannya yang menyebutkan bancakan berasal dari persoalan tersebut senilai Rp75 juta per jemaah, Budi belum bisa menanggapi. sebab apa yang disampaikan Koordinator masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) itu tetap harus didalami.
“Informasi itu dapat kita dalami, terlebih perkara ini baru saja naik ke penyidikan dengan sprrindik lazim artinya memang masih diperlukan langkah-langkah penyidikan untuk nanti sesudah itu KPK menetapkan para pihak sebagai tersangkanya,” Budi menandasi.
Sebagai informasi mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas udah mencukupi panggilan KPK untuk dimintai info didalam kasus ini antara pekan lalu.
Diketahui, persoalan ini bermula berasal dari terdapatnya tambahan kuota antara musim haji 2024 untuk 20.000 jemaah dari Arab Saudi.
Namun menurut KPK, pembagiannya tidak dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-Undang yang menyebut 92 % untuk kuota haji reguler dan 8 persen untuk kuota haji khusus.
Pembagian ditunaikan adalah 50-50, supaya dikira datang dugaan rasuah yang berlangsung berasal dari hal tersebut