Manajemen Hutan Lestari jadi Pilar Strategis

LiveNews – Sustainabele Forest Management (SFM) atau pengelolaan rimba berkesinambungan terasa fondasi utama untuk memberi dukungan pencapaian tujuan Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, Sejalan dengan peran strategis sektor kehutanan dan juga penggunaan lahan di dalam agenda pengurangan eisi gas tempat tinggal kaca nasional.
Dilansir berasal dari www.forestinsights.id, antara hari Selasa (30/12/2025) di dalam diskusi Enviro Talk yang diadakan oleh Enviro News, dihadiri oleh Project Director FOLU Net Sink 2030 Agus Justianto dan anggota Dewan Penasihat pakar Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, serta Sekertaris Jendral ATKARBONIST Diah Suradiredjah.
Agus Justianto mengatakan komtmennya berangkat dari dinamika world negosiasi erubahan iklim, di mana, sektor kehutanan dinilai sebagai paling visible dan berbiaya efektif untuk turunkan emisi.
Komitmen berikut searah bersama dengan kerangka dari REDD+ dan berkembang ke pendekatan pada nature-based solutions.
“Indonesia meresmikan modal besar bersifat rimba hujan tropis. dari kajian dan perhitungan yang dikerjakan sektor FOLU terasa andalan pengurangan emisi gas tempat tinggal kaca nasional,” ujar Agus, dikutip berasal dari www.forestinsights.id, Selasa (30/12/2025).
“Ada 60 persen beban pengurangan emisi di Indonesia berada di sektor FOLU. sebab hal tersebut pemerintah menempatkan kebijakan FOLU Net Sink 2030 bagian berasal dari komitmen Nationally Determined Contribution (NDC),” sambung dia.
Konsistensi Kebijakan terasa Kunci
Target Net Sink diaknai dengan keadaan dikala serapan karbon sektor kehutanan dan penggunaan lahan stidaknya raih setara, atau lebih besar, dibandingkan dengan dilapaskan antara 2030.
Agus menilai tujuan berikut jadi ambisius, mengingat bagaimana Indonesia termasuk memiliki kesetiaan jangka panjang menuju net zero emission 2060 atau lebih cepat. tetapi Agus meyakinkan juga kesuksesan FOLU Net Sink 2030 selanjutnya terlalu ditentukan oleh kebijakan dan bantuan semua pemangku kepentingan.
“Ini bukan sekadar loyalitas negara. konsistensi implementasi di tingkat nasional dan subnasional merasa kunci, karena problem layaknya kebakaran dan degradasi rimba bakal mempengaruhi pencapaian target,” ujar Agus, yang dikutip berasal dari www.forestinsights.id.
Dalam konteks implementasi, Agus utamakan pentingnya SFM yang sudah mulai komitmen dasar berasal dari kehutanan Indonesia sejak dekade 1970-an melalui tata guna rimba kesepakatan dan rencana tata ruang.
Klasifikasi rimba memproduksi Hutan lindung, dan terhitung Hutan konservasi tersebut ditetapkan berdasarkan kriteria ilmiah layaknya curah huja, kelerengan, dan eurodibilitas tanah.
“Konsep pengelolaan rimba berkepanjangan udah disusun lama. Tantangannya adalah memastikan rencana selanjutnya diterapkan secara terus di lapangan,” kata Agus.
Waspada terhadap Risiko Degradasi
Dan sesaat itu, Diah Suradiredja memberikan FOLU Net Sink 2030 selanjutnya berguna sebagai kompasnya kebijakan nasional bagi dunia upaya dan pasar karbon.
Menurutnya, pasar karbon terlampau sensitif pada kepastiab arah dari kebijakan dan tata kelola tang kredibel.
“FOLU Net Sink 2030 berikan tanda kuat bahwa Indonesia letakkan rimba dan lahan sebagai solusi iklim nasional. Ini penting bagi dunia usaha karena pasar karbon dibangun atas dasar keyakinan dan kepastian kebijakan,” kata Diah, dikutip berasal dari www.forestinsights.id.
Diah menerangkan, pasar karbon tidak hanyalah mekanisme jual-belinya, melainkan instrumen pembiayaan alternatif untuk menjebatani keterbatasan pada anggaran publik, khususnya bagi pembiayaan restorasi Hutan pengelolaan Hutan lestari, dan pelindungan ekosistem di tingkat tapak.
Diah memastikan betapa krusianya peran masyarakat gara-gara aksi nyata pengurangan emisi berlangsung di lapangan.
Menurutnya, dana komposisi karbon antara selanjutnya diarahkan untuk memberi dukungan upaya masyarakat didalam mempertahankan rimba dari rusaknya kebakaran, dan degradasi.
“Pasar karbon adalah dana kompensasi. Peran penduduk di tingkat tapak amat memastikan nilai tambahan (additionality) dari usaha pengurangan emisi,” ucap Diah.
Diah menyiritu pentingnya transparasi dan kredibilitas data kepercayaan investor global ditentukan oleh metodologi yang sahih, proses mentorng, dan juga reporting, plus verifivation (MRV) yang kuat, dan kepastian regulasi.
“Pasar karbon tidak mentolerir knowledge yang abu-abu. Transparansi mulai fondasi utama agar sistem ini kredibel di mata publik dan global,” kata Diah.
Diskusi itu meyakinkan bahwa FOLU Net Sink 2030 bukan hanya cuman tujuan tekhnis namun refleksi arah pembangunan Indonesia yang berupaya menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi, pemberian lingkungan, dan juga tanggung jawab global